Pondok Pesantren PSM (Pondok Sabilil Muttaqien) pada
awalnya bernama Pondok Pesantren Takeran. Pondok ini didirikan oleh Kyai Hasan
Ulama dengan dibantu oleh sahabatnya yang bernama Kyai Muhammad Ilyas. Keduanya
merupakan tokoh yang sangat disegani oleh masyarakat Takeran pada waktu itu,
dalam perkembangannya pondok pesantren ini mengalami pergantian nama.
Terjadinya pergantian nama ini terjadi pada tahun 1943 ketika pondok dipegang
oleh Kyai Imam Mursyid Mustaqien. Pada awal berdirinya Kyai hasan Ulama memberikan
wasiat bagi siapa saja yang nyantri di pondok pesantren yang dia dirikan adapun
wasiat yang diberikan oleh Kyai hasan Ulama adalah sebagai berikut.
1. Ojo kepingin sugih, lan ojo wedi mlarat.
(Jangan berharap jadi orang kaya dan jangan takut hidup miskin). Wasiat di
atas dimaksudkan supaya kita sebagai umat islam tidak terlalu memburu harta dan
tidak juga meminta-minta jabatan.
2. Pilih ngendi, sugih tanpo iman opo mlarat
nanging iman.
(pilih mana, kaya tanpa iman apa miskin tetapi beriman).
3. Ojo demen ngudi pengaruhing pribadi (hawa
nafsu), kang ono diopeni kanti tenanan, ojo kesengsem gebyaring kadonyan,
kanuragan lan pengawasan dudu tujuan. Topo ngrame lakonono.
Maksudnya, kita sebagai umat islam itu jangan menuruti hawa nafsu pada diri
kita pribadi, bersyukurlah terhadap apa yang kita miliki sekarang ini jangan
sampai terlena dengan gemerlapnya dunia ini. Kita sebagai umat islam harus
selalu topo ngrame (dzikrullah) selalu mengingat Allah.
4. Sumber bening ora bakal golek timbo.
(sumber yang bening tak akan pernah mencari timba). Maksudnya, dalam
menjalani kehidupan kita tidak boleh hanya menyia-nyiakan waktu hanya untuk
mencari jabatan. Akan tetapi, kalau kita diserahi tanggung jawab atas jabatan
tertentu, amanat itu harus kita laksanakan.
5. Ojo demen owah-owah tatanan poro sesepuh, wajibe
mung ngopeni lan nglestareake.
Maksudnya, generasi penerus pondok pesantren dilarang merubah semua tatanan
yang sudah ditetapkan oleh para sesepuh terdahulu, mereka hanya diwajibkan
untuk merawat dan melestarikanya.
6. Ojo demen nyunggi katoke mbahe, amal sholeh
tindakno.
Maksudnya, generasi penerus itu dilarang bangga terhadap kakeknya atau
orang tuanya yang menjadi seorang pejabat atau pun Kyai yang terpandang di
masyarakat. Mereka tetap disuruh untuk menjalankan amal sholih.
7. Nyawiji naliko nindakake kautaman, pisah ing
dalem kemaksiatan, ing tembe bakal ono titi mangsane anak putu ono kang nemu
emas sak jago gedhene, ananging iyo mung kandeg semono iku imane.
Maksudnya, kita sebagai umat islam disuruh untuk bersatu dalam melaksanakan
perbuatan yang mulia (yang utama), dan menghindari segala perbuatan maksiat.
8. Ora lewat anak putuku sing guyub rukun, dipodo
tansah ngrameake masjid, tak pangestoni slamet dunyo akherat.
Artinya, tidak terlewatkan cucu-cucuku yang selalu menjaga kerukunan, ayo
sama-sama meramaikan masjid, dijamin akan selamat dunia akhirat.
9. Ojo kendhat tansah nindakake mujahadah taubat,
koyo kang wis diparengake guru.
Maksudnya, generasi penerus disuruh untuk selalu melaksanakan mujahadah
taubat, seperti yang telah diajarkan oleh para guru terdahulu.
Bukan hanya Kyai Hasan Ulama semata yang memiliki
wasiat kepada para santri. Kyai Imam Mursyid Muttaqien selaku pendiri Pondok
PSM juga memiliki wasiat kepada para santri. Adapun wasiat yang diberikan oleh
sang kyai adalah sebagai berikut.
1. Warga PSM kudu netepi mujahadah.
(warga PSM harus melaksanakan mujahadah)
2. Warga PSM kudu ambelani ke PSM-ane.
( warga PSM itu harus menjalankan amar ma’ruf nahi mungkar)
3. Warga PSM kudu netepi komando akherat.
( warga PSM jika mendengar adzan harus segera pergi ke masjid)
4. Warga PSM kudu naati amar-amar PSM.
(warga PSM harus menaati perintah-perintah pondok PSM)
5. Warga PSM kudu bersatu rukun manunggal.
(warga PSM itu harus bersatu menjadi satu)
6. Warga PSM kudu wani ambrantas hawa nafsu.
(warga PSM itu harus berani memerangi hawa nafsunya)
7. Warga PSM pirantine AL-Qur’an, tasbih, sajadah,
dene gamane wesi aji (pusoko).
(warga PSM itu paralatanya yaitu, AL-Qur’an, tasbih, sajadah. Sedangkan
sejatanya adalah wesi aji (keris)
8. Warga PSM ora keno njajal kabisane.
9. Warga PSM marang lelakon iku kudu ditekakake
marang kasampurnan.
(warga PSM itu apabila menjalankan sebuah usaha misalnya menuntut ilmu
harus dilakukan dengan sungguh-sungguh hingga mencapai hasil yang sempurna)
10. Warga PSM ora keno mberkahake kabisane.
11. Warga PSM yen ono kepentingan cukup diwacakake
sak kalimat.
(warga PSM apabila menghadapi sebuah masalah atau pun kepentingan cukup
dibacakan satu kalimat yaitu lafal “LAA ILAAHA ILLALLAH)”
12. Warga PSM yen kepergok sambate……………..pimpinane.
(dulu warga PSM ini dikit-dikit mengeluh kepada Kyai Imam Mursyid
Muttaqien)
13. Gaman wesi aji yen ono gawe dihunus.
(senjata yang dimiliki tidak boleh digunakan untuk pamer-pemeran, akan
tetapi jika ada kaharusan untuk menggunakan baru saja dihunus)
14. Warga PSM kudu biso iklas marang amale kabeh.
(warga PSM itu harus dapat ikhlas terhadap segala amalnya)
15. Warga PSM sing wis insaf, mongko durung dibengat
kudu dilatih.
(warga PSM yang sudah insaf akan tetapi belum dibaiat oleh sang guru harus
dilatih terlebih dahulu)a
16. Warga PSM ojo mamang-mamang, asal taat ke
PSM-ane menowo sekarat pati, senajan durung dibengat INSYAALLAH, gusti Allah
piambak kang bakal nulungi.
(warga PSM itu harus yakin tidak boleh ragu-ragu akan keselamatanya di
dunia maupun akhiratnya, yang terpenting yaitu melakukan amar ma’ruf nahi
munkar. Dengan itu, insyallah Allah sendiri yang menolong mereka meskipun
mereka belum dibaiat)
17. Warga PSM kudu gelem dadi jagae PSM.
(warga PSM harus mau menjadi benteng atau pembela PSM)
18. Warga PSM yen diomongi kebecikan kudu digugu
senajan sing omong kuwi ora shalat.
(warga PSM itu harus menuruti terhadap semua omongan atau nasihat yang baik
meskipun orang yang bicara itu tidak melakukan shalat). Salah satu santri PSM
mengatakan bahwa wasiat ini ibarat “emas yang keluar dari mulut anjing pun akan
tetap berupa emas”. Selain daripada itu wasiat ini juga sesuai dengan hadits
Nabi “undhur maa qaala walaa tandhur manqaala”.
Wasiat-wasiat itulah yang menjadi sebuah
pembelajaran dalam menjalani kehidupan ini, termasuk di dalamnya yaitu
menyangkut masalah pendidikan akhlak di pondok PSM. Disamping itu semua, para
Santri juga diajari beberapa kitab kuning yang di dalamnya membahas tentang
masalah akhlak yaitu: kitab Wasiatul Mustafa, Taisirul Khalaq, Nashoikhul
‘ibad, dan Akhlaqulil Banin. Semua ini merupakan sebuah sistem pembelajaran
akhlak pada pondok pesantren Sabilil Muttaqien (PSM).
Sejarah telah mencatat bahwa Pondok PSM, sesungguhnya
memiliki kisah masa lalu yang sungguh miris dan memilukan hati. Bagaimana
tidak, pada waktu itu ketika pondok
dipimpin oleh Kyai Imam Mursyid Muttaqien terjadilah peristiwa kelam yang
pernah menimpa negeri ini. Pada awal kemerdekaan itu tercatat ratusan ribu
nyawa manusia melayang akibat dari peristiwa pemberontakan Partai Komunis
Indonesa (PKI)Awal mula pemberontakan PKI ini dilancarkan di daerah Madiun pada
tahun 1948, yang ketika itu dipimpin oleh Muso dan Amir Syafrudin. Banyak
tokoh-tokoh agama yang ikut menjadi korban keganasan dan kebiadaban PKI ini.
Tak terkecuali PSM, mereka sangat berduka karena kehilangan satu sosok sesepuh
PSM yang paling dihormati oleh warganya, yaitu Kyai Imam Mursyid Muttaqien.
PKI dengan ideologi sosialis-komunisnya sangat
membenci kepada slam pada umumnya, dan kepada para ulama dan kyai pada
khususnya. Sebab, mereka itulah yang oleh PKI tergolong sebagai kelompok yang
berusaha menghalangi misi mereka dalam menyebarkan paham komunisme di
Indonesia. Islam sangat membenci komunisme yang bersikap atheis dan tak mengenal
adanya peran Tuhan dalam kehidupan manusia. Bagi mereka, Tuhan adalah akal
pikiran mereka, dan oleh sebab kemampuan berpikir merekalah yang menjadikan
mereka berkuasa. Oleh karena itu, umat Islam berupaya keras untuk membendung
aksi komunis yang dilancarkan oleh partai ini karena khawatir aqidah yang
ditanam oleh umat muslim di Indonesia ternodai oleh model pemikiran komunisme
yang anti tuhan.
Pada awalnya, pondok PSM menjadi target pengepungan
basis PKI. Menurut beberapa cerita yang diungkapkan narasumber, dikisahkan
bahwa suatu ketika, pesantren mendapat sebuah kabar tentang munculnya paham
komunisme yang tengah menyebar di Indonesia. Kemudian santri PSM langsung
was-was dan siap siaga untuk menghadapi kemungkinan yang akan timbul. Kebetulan
saja, basis pertama pemberontakan PKI berada di Madiun pada tahun 1948.
Sehingga para warga PSM mengambil inisiatif untuk mengadakan penjagaan rutin
(ronda bersama) siang dan malam dengan membentuk pagar betis di setiap sudut
pondok.
Pada waktu itu PSM masih berada pada masa pembaharuan
dan modernisasi yang diprakarsai oleh Kyai Imam Mursyid Muttaqien, menjadi
target sasaran pemberontakan PKI ini. Kyai Imam Mursyid selaku pemimpin dan
mursyid PSM turut menjadi korban keganasan PKI. Alkisah, pada hari jumat 18
september 1948, beliau didatangi oleh para tokoh PKI. Mereka sengaja berkunjung
ke PSM untuk mengajak Kyai Imam Mursyid agar ikut bermusyawarah dalam rangka
pembentukan Republik Soviet Indonesia. Kedatangan mereka disambut rasa cemas
dan khawatir oleh masing-masing santrinya. Entah karena apa, Kyai Imam Mursyid
menyetujui dan bersedia ikut rombongan PKI.
Namun tak disangka sama sekali, kepergian beliau
merupakan kepergian untuk selama-lamanya dan tak akan pernah kembali. Apa yang
dikhawatirkan santrinya benar-benar terbukti. Hingga saat ini, jenazah beliau
tidak pernah ditemukan, walaupun menurut beberapa informasi bahwa para korban
PKI teridentifikasi dibuang di beberapa sumur, seperti sumur yang terletak di
desa Soco Kecamatan Bendo misalnya. Setelah diupayakan sepenuhnya oleh tim
pencari korban kebiadaban PKI dengan membongkar sumur di desa Soco tersebut,
namun jenazah Kyai Imam Mursyid tetap tidak kunjung ditemukan. Dari daftar
korban yang telah ditemukan, ternyata nama Kyai Imam Mursyid Muttaqien tidak
tercantum. Hal inilah yang menyebabkan santri PSM hingga sekarang masih percaya
bahwa beliau kemungkinan masih hidup, namun entah dimana keberadaannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar